
Resensi Buku Dan Ulasan Naomi :Cinta Si Tolol
Chijin no Ai –
atau yang diterjemahkan dengan judul Naomi: Cinta Si Tolol
Adalah sebuah novel karya Tanizakui Junichiro yang
terbit pertama kali di koran
Osaka Asahi Shimbun, cerita
ini mengundang kontroversi karena tema obsesi
erotismenya, sehingga akhirnya tidak dipublikasikan
sampai selesai, tetapi
karena cerita ini sangat populer, majalah Josei
melanjutkan publikasinya.
Jalan cerita Naomi: Cinta Si Tolol tidak rumit
untuk diikuti. Dengan latar
kehidupan masyarakat perkotaan Jepang 1920-an,
memusatkan kisahnya pada seorang engineer pekerja kantoran bernama Kawai
Joji yang pada awal cerita berusia 28 tahun. Ia bertemu dengan pelayan kafe
berusia 15 tahun bernama Naomi.
Joji mengajak Naomi tinggal bersama untuk dididik
dan kelak dinikahinya. Naomi
semakin lama tumbuh menjadi semakin dewasa &
cantik, lalu menjalin hubungan dengan laki – laki lain, dan Joji tetap
terhipnotis oleh keanggunan & kecantikan Naomi. Walau telah mengusirnya dari
rumah, Joji bukan semakin tenang tetapi semakin tergila – gila dengan Naomi.
Pada akhirnya, Joji bertekuk lutut di hadapan
Naomi dan bersedia untuk menjadi “Kuda tunggangannya”. Memberi Naomi semua hartanya
dan akan melakukan apa saja agar dapat menjalin hubungan kembali dengannya. Ia
tetap diam melihat Naomi begaul “bebas” dengan teman baratnya. Ada episode
dimana Joji memutuskan untuk kembali ke nilai – nilai tradisional, yang
digambarkan melalui keinginannya kembali ke desa, keinginannya punya anak dengan
Naomi, tetapi Naomi tidak ingin.
Joji yang bahkan di akhir cerita dipanggil dengan
nama barat ‘George’ oleh Naomi dan teman laki – laki asal Baratnya, ia pasrah
asal tetap bisa hidup bersama Naomi. Ia tidak ditampilkan sebagai sosok yang
melawan modernitas melalui sikap meninggalkan Naomi atau pindah ke daerah
rural, tetapi sebaliknya, ia digambarkan tetap dalam kondisi gamang: merasa
sakit hati atas perlakuan Naomi, tetapi tidak dapat hidup tanpanya. Sebuah
akhir yang dapat kita interpretasikan sebagai pemikiran penulis terhadap
kegamangan identitas di tengah laju modernitas yang begitu cepat: merasakan
keterhimpitan dan kebingungan, tetapi tidak dapat keluar dari segala kegamangan
tersebut. Sebuah masalah yang sangat kompleks dan sulit dijawab dengan
kemutlakan oposisi biner: “Jika bukan barat, maka timur, jika modern, maka
bukan tradisional, jika ada proses westernisasi, maka tidak lagi menjadi
Jepang”. Dikutip dari buku “Antara Barat & Timur”.
Novel ini tidak menawarkan satu akhir yang “paling
benar”. Seperti yang ditulis dalam paragraf penutup “Dengan begini selesai
sudah catatan kami selaku suami – istri. Apabila pembaca, seperti merasa konyol
setelah membaca ini, silahkan tertawa. Apabila ada yang menganggap ada suatu pelajaran
di sini, belajarlah supaya tidak sampai menjadi seperti saya. Saya sendiri
sudah telanjur jatuh conta kepada Naomi, apa boleh buat bagaimana saya dianggap
oleh para pembaca”.
Akhir cerita dari Naomi: Cinta Si Tolol mengajak
kita umtuk berpikir bagaimana manusia
merespons berbagai perubahan budaya yang terjadi begitu cepa atas nama
modernitas. Respons yang ditampilkan disini adalah respons menggebu mengikuti
perubahan seperti yang ditunjukkan oleh Joji, tetapi pada saat bersamaan,
cerita ini dapat memantik pembaca untuk memikirkan berbagai respon lain dalam
menyikapi laju gerak dunia yang sangat cepat.