
Jurnalis Di Dunia Pendidikan
Bunyi lonceng di pagi hari membangunkanku dari
lelapnya tidur semalaman. Aku memincingkan mata mencari hp yang selalu menjadi
teman tidurku, melihat jam masih menunjukkan pukul 05.00 pagi. Gadjet itu
kembali ku simpan begitu saja dan mencoba membalikkan badan,kembali menarik
selimut kecil yang menutupi badanku setiap tidur di malam hari. Rasa kantuk
yang belum hilang masih merasuk didalam relung jiwa dan segala isi kepalaku.
Namun bunyi lonceng besar yang berasal dari tengah lapangan sekolah dekat
kapela itu tak mampu membawaku kembali lelap menyapa mimpi yang sudah diukir
dalam tidurku semalaman. Aku membuka tirai kelambu putih yang konon merupakan
kelambu anti nyamuk yang biasa dipakai di asrama sekolah. Melihat teman
sekamarku masih begitu lelapnya dalam tidur aku tak berani membangunkannya.
Mungkin juga dia mendengar lonceng pagi itu atau memang udara pagi yang masih
terasa dingin membuatnya masih tertidur pulas tanpa meghiraukan tentang apa
yang terjadi disekitarnya.
Ditempat ini menjadi awal aku merajut apa yang artinya
menata masa depan dan hidup mandiri. Aku seorang guru baru, yang akan dipanggil
ibu Itak oleh para muridku,sebuah sapan akrab yang menjadi kekhasan dalam keluargaku.Tamatan
sarjana pendidikan Bahasa Inggris dari sebuah perguruan tinggi swasta di kota
kelahiranku kota Ruteng, kampus STKIP St.Paulus Ruteng menjadi saksi bisu gelar
yang aku dapat Sarjana Pendidkan(S.Pd) dan berprofesi menjadi seorang guru.Sebulan
yang lalu aku mendapat panggilan dari yayasan sekolah ini yaitu yayasan Ernesto
yang bertempat di Wangkung salah satu pusat kantor yayasan di daerah kota Ruteng,kabupaten
Manggai Tengah. Lamaranku yang telah aku antar tiga bulan sebelumnya telah
dipilih oleh Pater ketua yayasan untuk menjadi salah satu guru bahasa Inggris
yang ditempatkan di SMP St.Klaus Werang. Tempat yang tidak pernah kukenal
sebelumnya. Berdasarkan informasi yang kudapat dari teman-temanku,sekolah ini
berada lumayan jauh dari tempat kelahiranku. Jarak tempuh ke tempat ini
menghabis waktu 4 sampai 5 jam. Hal tersebut dikarenakan kendaraan yang
digunakan adalah sebuah bis engkel yang menjadi kendaraan favorite dari
siapapun yang berasal dari desa ini. Belum dengan keadaan jalan yang masih
dalam tahap perbaikan atau bisa dibilang rusak parah.
Sekolah ini merupakan sebuah sekolah swasta dibawa
asuhan yayasan Ernesto pada waktu itu, namun pendiri sekolah ini adalah seorang
imam yang bernama Pater Waser Ernst Anton,SVD atau biasa disapa Pater Waser, berasal
dari Swiss, seorang misionaris legendaris yang berkarya di Manggarai raya,
Flores. Pater Waser dikenal sebagai tokoh pembangunan dan tonggak kemajuan
pendidikan di tengah umat di Manggarai. Kadang menjadi sebuah pertanyaan di
benak kami mengenai tempat yang dipilih oleh Pater Waser dahulu kala. Mendirikan
sebuah sekolah yang lumayan elit dan menjadi salah satu sekolah favorite di
kabupaten Manggarai Barat di bawah sebuah lembah perkampungan Werang di tengah
lataran sawah luas, beberapa lahan kering atau kebun para petani dan
dikelilingi perkampungan penduduk menampakkan perpaduan atau akulturasi,yang
terjadi antara kehidupan moderen dengan kebiasaan hidup masyarakat setempat.
Kami para guru pada umumnya juga berasal dari luar perkampungan ini. Bersal
dari berbagai daerah baik kabupaten Manggarai, juga dari kabupaten Ngada
Bajawa, bahkan dari kabupaten Ende dan Flores Timur pun menjadi tenaga pendidik
di tempat ini. Di tempat ini kami saling belajar, berbagi dan beradaptasi
tentang apa yang menjadi kebiasaan kami dengan kehidupan penduduk setempat. Kemudian
setiap tiga atau enam bulan sekali kami mendapat kunjungan tamu-tamu asing dari
Swiss yang datang mengajar bahasa Jerman di sekolah ini. Sehingga ada tiga
bahasa yang diajarkan di sekolah ini yaitu bahasa Indonesia yang menjadi bahasa
utama, kemudian bahasa Inggris dan bahasa Jerman.
Dengan bangunan
yang banyak dan luas serta fasilitas sekolah yang memadai juga penyediaan
asrama sekolah baik untuk para siswa maupun para guru membuat seluruh warga
sekolah betah tinggal didalamnya. Para siswa berasal dari berbagai daerah dan
lebih banyak tamatan SD dibawa asuhan pater Waser yang disebut dengan ProgSus
(Program Sekolah Khusus) dimana setahun sebelum tamat SD para siswa yang
berminat melanjutkan sekolah di SMP St.Klaus Werang akan bersekolah di ProgSus
dan diajarkan oleh guru yayasan Ernesto seperti kami para guru SMP dan SMA.
Segala kegiatan
dilaksanakankan diseputaran lingkungan sekolah sehingga interaksi dengan
warga sangat jarang terkecuali jika ada acara dari warga setempat. Jadwal pembelajaran
sangat padat dilakukan pagi hari dan dua jam di sore hari didalam ruangan
kelas. Begitu pula dengan kegiatan ekstrakurikulernya sudah terjadwal semua
dengan jelas. Wajar saja kalau para siswa ataupun guru selalu kelihatan sibuk
dengan aktivitasnya masing-masing diseputaran lingkungan sekolah. Kegiatan
tersebut dilaksanakn sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sehingga bunyi
lonceng besar ditengah lapangan sekolah
dekat kapela menjadi alaram utama yang tak asing lagi untuk didengar.
Hari ini adalah hari pertama aku masuk sekolah,setelah
dua hari kemarin bersama teman guru senior dari sekolah ini menghabiskan banyak
waktu dalam perjalan dengan berbagai cerita seputaran sekolah ini sehingga
membuat perjalanan kami tidak terasa sampai di tempat ini. Aku bersyukur karena
bisa diterima kerja dalam artian mengajar di tempat ini. Paling tidak untuk
menggali pengalaman dan juga berlatih untuk hidup mandiri dari ketergantungan
dengan keluarga sampai aku dewasa sekarang ini. Tempat yang menurutku sangat
asing dan baru.Selama perjalan dua hari yang lalu aku merasa tidak bahagia.
Sempat aku ingin berhenti dalam perjalan dan kembali pulang tetapi karena motivasi dari teman-teman guru yang
lain bahwa semuanya akan baik-baik saja akupun menerima semuanya dengan berat
hati. Kami tinggal di asrama guru putri dan sekamar kami tempati dua orang.
Setelah termenung cukup lama dipagi hari ini, bunyi
lonceng yang kedua kembali berbunyi aku tertegun dan kembali kumelihat jam
menunjukkan pukul 06.00 pagi. Aku mendengar beberapa suara dari teman-teman
guru dan mencoba membuka tiria jendela kamar dan ada beberapa guru laki-laki
yang sudah menuju ke kamar makan. Bunyi
lonceng kedua berasal dari kamar makan pertanda sarapan pagi akan segera
dimulai.Sarapan pagi hanya berlaku dari jam 06.00 sampai pkl 07.00 setelah itu
ruangan makan ditutup. Setelah sarapan pagi kami kembali ke kamar masing-masing
dan bersiap ke sekolah.
Karena ini adalah awal tahun pelajaran kami memulainya
dengan upacara bendera.Para guru berbaris rapi sejajar di podium lapangan
sekolah mengapiti kepala sekolah sebagai pembina upacara. Para siswapun
demikian berbaris sesuai kelas masing-masing.Para siswa kelas tujuh baru yang masuk
seminggu yang lalu kelihatan sudah mulai adaptasi dengan lingkungan sekolah dan
asrama. Pakaian putih biru yang berdiri didepanku membuatku tak percaya dengan
situasi yang aku alami sekarang. “Aku berprofesi sebagai guru dan mereka yang
berdiri didepaku adalah anak bangsa yang haus akan ilmu,mampukah aku menjadi
guru yang baik bagi mereka?”kata batinku selama upacara bendera. Aku menoleh
menatap teman-teman guruku yang kelihatan begitu bahagia didepan para siswa. Apakah
situasi ini yang mereka harapkan ataukah bahagia karena melihat wajah para anak
bangsa yang masih polos siap untuk dididik. Setelah upacara bendera selesai
para siswa masuk ke kelas masing-masing dan para guru menuju ruangan guru untuk
saling memperkenalkan diri dengan kami para guru baru sekalian melihat roster
pelajaran setiap kelas yang akan kami ajarkan.
Di hari pertama ini aku mendapat jadwal pelajaran di
kelas VIII A. Menuju ke ruangan kelas perasaanku bercampur aduk.Rasa cemas,takut,
dan khawatir tak mampu berbicara didepan para siswa atau mungkin ada pertanyaan
dari murid yang tak mampu aku jawab seolah meyelimuti memenuhi seluruh isi
kepalaku. Aku mencoba menarik nafas panjang dan berusaha untuk tetap tersenyum
berjalan melewati koridor sekolah. Akhirnya aku tiba didepan pintu kelas,
melihatku para siswa berdiri dan memberikan salam. Aku masuk kedalam kelas dan
berdiri didepan para murid,batinku mengatakan “siap!aku siap menghadapi kalian
anak bangsa.” Perasaanku yang bercampur aduk tadi pelan-pelan menghilang terbawa
suasana kelas yang kelihatan rapi dan bersih,mendengar sapan mereka yang begitu
polos,senyuman ceria dari raut wajah mereka serta tatapan hangat sebagai simbol
bahwa mereka ingin dididik dan dibentuk di tempat ini menguatkan semangatku
untuk berdiri dengan bahagia didepan mereka.
Kusapa mereka,
kuberikan senyuman, dan kucoba berdiri berdekatan dengan mereka sambil memulai
perkenalan diri. Semuanya berjalan dengan lancar dan penuh bahagia. Mereka mendengarkanku
dengan tenang sambil menyimak setiap kata yang kuucapkkan,hal itu membuatku
seakan tak ingin berhenti berbicara didepan mereka. Setelah berkenalan diri dan
berbagai motivasi yang kusampaikan sebagai bentuk penguatan di awal tahun
pelajaran. Tiba –tiba Seorang siswa laki-laki mengangkat tangan dan bertanya,”Ibu,mengapa
ibu mau menjadi guru dan mengapa memilih sekolah ini ,kasihan ibu jauh-jauh
dari kota Ruteng.” Mendengar pertanyaan ini sesaat aku tertegun dan mencoba
menjawab,”Adik-adik menjadi guru adalah sebuah tugas yang mulia,dulu memang ibu
tidak punya cita-cita menjadi guru bahkah tidak pernah terpikirkan akan
berprofesi seperti sekarang, ibu punya harapan dulu ibu akan menjadi seorang
jurnalis karena ibu senang mendengar dan membaca berita tentang kehidupan
disekitar kita. Namun yang diatas berkehendak lain, profesi yang aku impikan
mengatarkanku untuk menjadi jurnalis di dunia pendidikan, aku ingin mendengar
tentang apa yang kalian harapkan lalu aku menceritakannya lewat ilmu yang akan
kubagi kepada kalian sehingga kalian tahu apa artinya kehidupan dan bagaimana
cara mempertahankannya dengan menggunakan ilmu yang kalian peroleh.” “ibu juga
memilih bekerja ditempat ini karena Dia yang menempatkannya supaya hari ini
kita bertemu di dalam kelas ini, bukankah ini hal yang luar biasa adik-adik?”
sambil tersenyum ku ucapkan itu semua, dan mereka memberikan respon dengan
anggukan bahkan ada yang mengancungkan jempol.
Tanpa terasa jam pergantian les selesai dan
waktu-waktu berikutnya harus berpindah ke kelas yang lain. Dengan kegiatan yang
sama seperti perkenalan diri karena guru baru,menghabiskan waktu seharian dibeberapa
kelas. Setelah seminggu perkenalan selesai. Masuk diminggu berikutnya
pembelajaranpun dimulai. Aku mencoba bersharing dengan teman guru serumpun
tentang berbagai materi dan metode yang kami gunakan sambil beradaptasi dengan
situasi anak yang semuanya tinggal di asrama. Sehingga media pembelajaran yang kami
gunakan dengan mengambil media-media yang sederhana yang gampang anak-anak
dapatkan.Rutinitasku dan teman-teman guru kami habiskan dengan menyibukkan diri
membimbing para murid. Selain melengkapi segala administrasi pembelajaran,
melakukan pembelajaran di kelas sesuai jadwal juga kegiatan ektrakurikuler yang
kami bimbing membuat kami tak merasakan waktu berlalu begitu cepat disetiap
cerita kami disekolah ini.
Tawa canda dari para murid, semangat mereka dalam
belajar dan berbagai pertanyaan yang mereka tanyakan yang kadang membuatku
harus menggali lebih banyak lagi tentang
pelajaran yang aku berikan.Kadang sambil berolahraga seperti bermain bulu
tangkis di sore hari ,aku coba mengajak mereka bermain kosa kata. Ataupun di
akhir pekan sepulang gereja dari kapela kami duduk dibawah pohon manga di
tengah lapangan sekolah sambil bernyanyi lagu-lagu bahasa Inggris ataupun
sekedar bercerita tentang segala kisah kerinduan yang kami rasakan di bawah
lembah kaki bukit kampung Werang. Aktivitas tersebut membuat kami kadang lupa
jam makan siang dan yang pastinya membuatku merasakan kedekatan yang lebih
seperti seorang kakak dan adik bagi mereka.Sedangkan untuk siswa yang masih
kesulitan dengan materi pelajaran bahasa Inggris, aku dan teman-temanku
melakukan bimbingan saat ada jadwal pembelajaran di sore hari. Dalam hal ini
paling tidak ada feedback dari para siswa bahwa walaupun tempat sekolah mereka
berada di kampung dibawah lembah desa Werang namun mereka tetap update dengan
dunia luar dan memahami bahasa asing sebagai bahasa internasional yang wajib
mereka pelajari.
Tak terasa waktu dua tahun aku mengajar ditempat ini
berlalu begitu cepat. Karena situasi sudah menikah dan harus mengikuti suami
bekerja di Labuan Bajo.Akupun harus berpisah dengan para muridku dan berpindah
tinggal di Labuan Bajo. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan telah menyimpan
seluruh rinduku kepada peserta didikku di SMP St.Klaus Werang. Kaki lembah
menjadi saksi kisah kami. Dan sekarang aku kembali berada di tempat yang baru.Tempat
tinggal yang baru dan juga tempat kerja yang baru. Kota wisata premium yang
menjadi lirikan dunia,memberikanku arti bahwa dunia ini luas untuk dipijak. Di
kota ini aku bersyukur kembali diterima bekerja di sebuah sekolah swasta yang
juga dibawah asuhan para imam SVD. Sekolah yang elit dengan fasitas yang
memadai berdiri di tengah pusat kota,menjadi ladangku yang kedua dalam
mengenyam profesi menjadi guru.
SMP Arnoldus Labuan Bajo, sebuah sekolah swasta dengan
memiliki rombongan belajar yang banyak. Di lembaga pendidikan ini aku mencoba
membagikan ilmuku kepada para murid yang pada umumnya berasal dari kota dan
dari luar kota. Dulu aku mengajar para murid dengan versi “murid dari kota yang
bersekolah di sekolah elit di kampung” dan sekarang versiku “murid dari kampung
yang bersekolah di sekolah elit di kota.” Kedua versi ini mengajarkanku akan
pengalaman yang berharga dimana aku harus mampu menjadi guru yang berinovatif. Hal
ini dikarenakan ada beberapa SD di kampung mereka yang tidak ada les bahasa
Ingrisnya dikarenakan berbagai faktor.Karena itu kurikulum merdeka dengan
pembelajaran berdiferensiasi membantu sedikit meminimalisir masalah tersebut.
Yang belum mendapat mata pelajaran bahasa Inggris waktu SD secara perlahan
pelajari dulu materi-materi dasar. Sedangkan yang sudah bisa menjadi tutor teman
sebaya dan mulai diberikan buku-buku teks untuk dibaca.
Di sekolah ini aku kembali menjadi seorang jurnalis,
menggali berita dari para muridku. Menyaksikkan tingkah mereka dari hari
kehari, mendengarkan harapan serta keluh kesah yang mereka ceritakan
manjadikanku termotivasi untuk selalu menjadi pendengar setia bagi mereka. kemudian
kusiarkan itu lewat ilmu dan berbagai motivasi serta nasihat yang diperuntukkan
untuk mereka.Kuceritakan berbagai pengalaman dalam kisah yang sederhana yang
membuat mereka secara perlahan mengerti tentang bagaimana kehidupan ini dihadapi.
Berbagai rasapun aku alami yang kadang menyebalkan dengan tingkah yang mereka
tampilkan namun tetap kembali ke tujuan utama profesiku yaitu “mendidik dan
membentuk karakter mereka dalam mempersiapkan masa depan yang cerah.”
SELAMAT HARI GURU UNTUK BAPAK/IBU GURU HEBAT
TUGASMU MULIA, JASAMU SELALU DIKENANG
29th November 2024