BERITA

BERITA

Pencarian

Kalender

September 2025

Mg Sn Sl Rb Km Jm Sb
1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13
14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27
28 29 30

KEBAHAGIAAN SEMENTARA

Suatu malam, seorang laki-laki sedang meminum minuman beralkohol sambil berjalan melewati gang sepi yang dipenuhi lampu. Laki-laki itu bernama Alvano Devandra. Nama panggilannya adalah Vano. Dia adalah seorang siswa SMA yang berprestasi di sekolahnya. Meski begitu, Vano memiliki masa kecil yang tidak menyenangkan. Saat kecil, Vano mempunyai keluarga yang bahagia, sederhana, dan berkecukupan. Vano sangat menyayangi keluarganya yang tediri dari ayah, ibu, dan adik laki-lakinya. Sayangnya, kebahagiaan tersebut hanya sementara karena ibu dan adik laki-lakinya menjadi korban kecelakaan lalu lintas saat ibunya memergoki ayahnya berselingkuh. Beruntung ibunya bernama Ava selamat, namun adik laki-lakinya tidak selamat. Adik laki-lakinya meninggal setelah dibawa ke rumah sakit. Vano yang malang hanya bisa menangis menerima semua itu. Perlahan, Vano mulai menyadari sesuatu. Dimana ayahnya saat dia sedang bersedih?. Dimana ayahnya saat ibu dan adik laki-lakinya terbaring di rumah sakit?. Di mana ayahnya ketika adik laki-lakinya telah pergi untuk selama-lamanya?. Vano pernah berpikir jika kehidupan selanjutnya memang ada, dia berharap ada alam semesta di mana ayah dan ibunya tidak pernah bertemu. Mereka harus berjalan dengan takdirnya masing-masing tanpa ada ikatan sedikit pun. Meskipun itu berarti dia tidak akan dilahirkan. Semenjak kejadian itu, Vano menjadi benci kepada ayahnya. Kejadian itu sungguh membuat dirinya terpukul dan membuat hari-harinya tidak berjalan dengan baik. Setelah Vano beranjak dewasa, dia mempunyai keinginan yang berbeda dengan anak seusianya, yaitu menginginkan kesembuhan ibunya. Meski ibunya selamat dari kecelakaan, namun ibunya mengalami gangguan jiwa yang menyebabkan Vano menjadi sedih dan stres. Vano tidak pernah lagi mendapatkan kasih sayang dari ibunya. Vano berharap Tuhan mempertemukannya dengan seseorang yang dapat membantu menyembuhkan ibunya.

Saat Vano sudah menghabiskan minumannya, tiba-tiba dia mendengar suara seseorang berteriak meminta tolong. Vano dengan cepat mencari asal suara tersebut. Vano mendengar suaranya datang dari dalam gudang tak jauh dari gang yang dilewatinya. Vano segera mendobrak pintu gudang. Di dalam gudang, ada seorang gadis yang diikat di kursi dengan air mata mengalir di pipinya. Selain gadis itu, ada dua orang preman yang berdiri di kiri dan kanan gadis itu berniat melecehkannya. Untung saja Vano cepat masuk ke dalam gudang sehingga kedua preman itu tidak sempat melecehkan gadis itu. Melihat kedatangan Vano, kedua preman itu langsung menghajar Vano. Tak tinggal diam, Vano pun menghajar mereka.

Di dalam gudang hanya terdengar suara perkelahian antara Vano dan kedua preman itu. Sedangkan gadis itu hanya bisa berdoa untuk keselamatannya bersama seorang laki-laki yang sedang berusaha menyelamatkannya. Meski mengalami luka di bagian pipi dan tangan, Vano mampu mengalahkan kedua preman itu. Akhirnya kedua preman itu kabur karena takut pada Vano. Tatapan tajam Vano saat melihat kedua preman itu pergi membuat gadis itu sedikit takut. Vano memalingkan wajahnya dan berjalan ke arah gadis itu. Dengan hati-hati Vano membuka tali yang terikat di tangan gadis itu. Gadis itu hanya bisa menangis sambil menundukkan kepalanya. Setelah melepaskan talinya, gadis itu langsung memeluk Vano. Vano terkejut melihatnya. Jujur, ini pertama kalinya Vano mendapat pelukan setelah kejadian yang menimpanya saat masih kecil. Entah mengapa, pelukan gadis itu membuatnya merasa nyaman. Namun, Vano tak mau membalas pelukan gadis cantik berponi itu. Peristiwa beberapa tahun yang lalu membuatnya trauma dengan percintaan, pelecehan, dan kecelakaan. Itulah mengapa Vano sangat menghormati perempuan, karena jika dia menghormati perempuan itu sama saja dengan menghormati ibunya. Vano juga tidak ingin menjalin hubungan percintaan dengan perempuan mana pun, karena menurutnya mencintai dan tinggal bersama ibunya sudah cukup membuatnya bahagia. Andai saja gadis itu adalah orang yang dicintainya, Vano pasti akan memeluknya, bahkan dengan sangat erat. Saat gadis itu memeluk Vano, perlahan dia mengangkat kepalanya. Mereka saling berpandangan. Lalu, gadis itu tersenyum. Vano tak mengerti maksud senyuman itu. Mungkin maksudnya adalah untuk menunjukkan rasa terima kasih. Tetapi, Vano merasa senyuman itu terlihat sama dengan senyuman ibunya. Senyuman itu terlihat begitu tulus. “Kenapa ini?. Kenapa jantung gw detaknya cepet?. Apa karena senyuman cewek ini?”, batin Vano. Vano yang merasa aneh dengan dirinya segera melepaskan pelukan gadis itu. “Kamu dimana rumah?. Engga, maksud aku rumah kamu dimana?. Biar aku pulang antar kamu. Eh maksud aku biar aku antar kamu pulang”, ucap Vano. Melihat tingkah Vano, gadis berponi itu langsung tertawa. “Kok ketawa?. Ada yang lucu?”, kata Vano. Gadis itu berhenti tertawa dan menundukkan kepalanya karena tingkah Vano berubah hanya dalam beberapa detik. Vano mendengus pelan, lalu berjalan pergi meninggalkan gadis itu. Gadis itu tidak tinggal diam. Dia berjalan menyusul Vano. Sadar kalau gadis itu mengikutinya, Vano terus berjalan dan hanya terdiam. Setelah beberapa menit berjalan, gadis itu tiba-tiba terjatuh sehingga lutut dan tangannya terluka. Vano membalikkan tubuhnya dan menatap gadis itu yang sedang berusaha berdiri. Gadis itu memandang ke arah Vano berharap Vano mau membantunya. Tanpa pikir panjang, Vano menggendong tubuh gadis itu. “Rumah lo dimana?”, tanya Vano. Gadis itu menunjuk ke arah rumah yang tak jauh dari dirinya dan Vano.

Sesampainya di depan rumah, Vano langsung menurunkan gadis itu. Gadis itu perlahan menatap Vano. “Makasih”, ucap gadis itu sambil tersenyum. Vano merasa jantungnya berdebar kencang. “Apa nih?. Kok setiap kali cewek ini senyum jantung gw detaknya cepet?”, batin Vano. Gadis itu berbalik dan berjalan masuk ke rumahnya. Sesampainya di depan pintu, gadis itu berbalik lagi dan melambaikan tangannya sambil tersenyum ke arah Vano. Kemudian, gadis itu masuk ke dalam rumah. Vano hanya bisa diam menatap gadis itu. Vano tidak mengerti dengan apa yang dia alami. Vano tak mau ambil pusing memikirkan hal itu, maka dia segera pergi dari sana. Gadis itu bernama Casya Nazeea. Biasa dipanggil Casya. Walaupun dia mempunyai senyuman yang begitu indah, namun tidak demikian halnya dengan hidupnya. Sejak kecil dia tidak pernah menerima kasih sayang ibunya. Dia tidak tinggal di rumah melainkan di panti asuhan. Hingga akhirnya ketika dia berusia 12 tahun, dia harus pindah ke rumah ibunya untuk membesarkan anak hasil perselingkuhan ibunya yang bernama Celsi. Sedangkan ayahnya telah menceraikan ibunya setelah mengetahui ibunya berselingkuh. Tetapi, dia tidak membenci ibunya. Malah dia terus berdoa kepada Tuhan agar ibunya bisa diberikan keselamatan dan kebahagiaan. Dia merasa dia hanyalah anak kecil yang berpura-pura dewasa. Terlalu sering mendapat kata-kata kasar dari ibunya tidak menjadikannya kuat. Dia juga merasa bahwa dia hanyalah pribadi yang penakut dan penyedih. Dia selalu berusaha menerima keadaan meski ingin menangis. Ketika ada masalah, dia selalu memendamnya sendiri. Meskipun dia tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Dia merasa terlalu lemah jika bersanding dengan orang lain. Dia berharap bisa bertemu dengan seseorang yang bisa mencintainya dan membuatnya bahagia.

Seiring berjalannya waktu, Vano dan Casya sering bertemu. Bukan tanpa alasan, sebab sekolah Vano letaknya tidak jauh dari rumah Casya. Jika Vano berangkat ke sekolah, dia selalu melewati rumah Casya. Saat mereka bertemu, Casya selalu menyapa Vano sambil tersenyum dengan senyuman khasnya. Vano yang awalnya merasa biasa saja perlahan menginginkan senyuman itu bisa membuatnya semangat menjalani hari. Dari situlah muncul benih-benih cinta di antara mereka. Apalagi saat Vano mempertemukan Casya dengan ibunya yang membuatnya terharu sekaligus bahagia. Doa Vano dikabulkan Tuhan karena ternyata Casya lah yang bisa membantu menyembuhkan ibunya. Vano merasa itu adalah keajaiban dari Tuhan untuknya. Tanpa sadar, Casya adalah obat atas luka-luka bagi seorang Alvano Devandra. Sejak saat itu, Vano benar-benar jatuh cinta pada Casya. Vano jatuh cinta pada Casya setiap hari. Bahkan setiap jam, setiap menit, setiap detik, dan setiap saat. Semakin Vano mengenal Casya, semakin besar keinginan Vano untuk selalu bersama Casya. Keinginan yang semula ingin sang ibu sembuh kini tergantikan oleh keinginan yang tidak akan pernah dia lupakan, yakni hidup bahagia selamanya bersama orang yang dicintainya, ialah Casya Nazeea. “Aku pengen kita selalu bersama, hari ini, besok, selamanya”, harap Vano. Itulah harapan tulus Vano yang tidak akan pernah bisa dilupakan.

Liburan sekolah telah tiba. Vano memutuskan untuk menghabiskan liburannya bersama Casya. Mereka jalan-jalan keliling kota, pergi ke pasar malam, makan di restoran, belanja di mall, bermain game. Tak lupa mereka mengunjungi panti asuhan tempat Casya tinggal semasa kecil. Singkat cerita, malam harinya Vano dan Casya sedang berjalan bersama. Mereka tertawa puas. Vano memandangi wajah Casya yang sedang tertawa. Dia sangat menyukainya. Apalagi saat Casya tersenyum. Dia sangat menyukai kebersamaan ini. “Eh iya Van, aku mau ngomong sesuatu”, ucap Casya. “Mau ngomong apa, hm?”, tanya Fano. “Vano, aku beruntung banget ketemu orang sebaik kamu. Makasih ya buat semuanya. Kamu udah mau nerima semua kekurangan aku. Makasih kamu udah dengerin semua keluh kesah aku. Jangan pernah pergi dari aku yah?. Pokoknya kamu harus selalu sama aku”, ungkap Casya. “Hahaha. Iya cantikku. Aku ga akan pernah pergi dari kamu”, ucap Vano. Mereka pun berpelukan dalam kesunyian malam. Casya beruntung memiliki Vano yang sangat mencintainya dan selalu membuatnya bahagia. Usai berpelukan, Casya berniat menyebrang jalan. Vano mengikuti Casya dari belakang. Saat sedang menyebrang jalan, dari kejauhan sebuah mobil melaju kencang sehingga menabrak Casya. Tubuh Casya terlempar beberapa meter dengan darah yang keluar dari tubuhnya. Vano yang menyaksikan hal itu sangat terkejut. Dia segera menghampiri Casya. “Casya…sayang…bangun. Cya, aku mohon bangun. Kenapa kamu bisa kayak gini”, gumam Vano sambil memeluk tubuh Casya yang berlumuran darah. “Vano…vano…sakit…”, panggil Casya. Napas Casya mulai menipis, lalu kedua matanya terpejam dengan sempurna. Seketika tangis Vano pecah. Vano benci, sangat benci hal itu terjadi kepadanya. “Ya Tuhan, apa lagi ini?”, gumam Vano sambil menatap ke langit.

Ava, ibu Vano dan adik Casya berlari cepat di lorong rumah sakit. Wajahnya terlihat begitu panik. Sesampainya di depan ruang IGD, ada Vano yang tengah duduk dengan tangan mencengkram rambut. Vano langsung berdiri ketika menyadari kehadiran ibunya. “Gimana kondisi Casya?”, tanya Ava. “Masih ditangani sama dokter, mah”, jawab Vano. “Tante, kak Aca gapapa kan?”, tanya Celsi sambil menangis. “Iya sayang, kakak kamu gapapa kok. Kita duduk dulu ya”, jawab Ava menenangkan. Ava mengelus bahu Celsi. Lalu, duduk di samping kursi yang tadi diduduki Vano. Sedangkan Vano berjalan mondar-mandir di depan pintu ruang IGD. Perasaan cemas menghantuinya. Dia takut jika ada hal buruk terjadi kepada Casya. Tak lama kemudian, Vano duduk di samping Ava. “Kamu ga boleh pergi, Cya. Kalo kamu pergi, aku-“, gumam Vano. “Casya nggak bakalan kenapa-kenapa. Mama yakin itu. Jangan mikir yang aneh-aneh”, ucap Ava. “Vano takut mah. Vano takut Casya bakal sama kayak Arzan”, ucap Vano. Arzan adalah adik laki-laki Vano yang telah meninggal karena kecelekaan lalu lintas. Seorang wanita berlari mendekat ke arah Vano dan Ava. Wanita itu tampak begitu khawatir. “Di mana anak saya?. Di mana?”, tanya wanita itu. Wanita itu adalah ibu Casya. “Mama, kakak Aca ma…”, ucap Celsi sambil menangis. Wanita itu berjongkok dan langsung memeluk Celsi. “Maafin mama. Mama udah jahat sama kamu dan kak Aca”, ucap wanita itu sambil menangis. Pintu ruang IGD terbuka. “Keluarga pasien Casya Nazeea?. Apa ada keluarga pasien di sini?. Dokter ingin bicara”.

Vano menatap Casya yang tengah memejamkan mata. Wajah Casya terlihat pucat dengan nasal oksigen terpasang di hidungnya. Senyum yang biasanya terukir indah di bibirnya itu seolah direnggut oleh dunia. Wanita itu mengusap kepala anaknya sambil mengeluarkan tetesan air mata yang keluar dari kedua matanya. Perlahan Casya membuka matanya. “Mama?. Mama ke sini?”, tanya Casya. Ada sorot bahagia dalam mata indah Casya yang terlihat sayu. “Iya sayang”, jawab wanita itu. Pandangan mata Casya menatap secara bergantian ke arah Ava, Vano, dan Celsi. “Kak Aca…aku sedih kak”, ringis Celsi. “Shutt, jangan nangis ya. Bukannya Celsi anak yang kuat kan?”, lirih Casya sambil mengelus kepala Celsi. “Casya…maafin mama. Mama bener-bener menyesal. Mama merasa gagal menjadi seorang ibu bagi kamu dan Celsi”, ucap wanita itu. “Ma…aku udah maafin mama kok. Maafin Aca juga karena udah nyusahin mama”, balas Casya. Casya memandang ke arah Celsi. “Celsi, kamu di sini baik-baik ya. Dengerin kata mama. Jangan nakal”, ucap Casya. Celsi mengangguk sambil menangis. Lalu, memandang ke arah tante Ava. “Tante, aku titip Vano ya”, lirih Casya. Ava hanya bisa menangis. Casya memandang ke arah Vano. “Vano, aku izin pamit ya. Walaupun kita udah gabisa sama-sama lagi, aku bakal selalu merhatiin kamu dari atas. Maaf, aku harus pergi sekarang. Tolong jaga Celsi. Perlakukan dia sama seperti kamu perlakukan Arzan. Terima kasih untuk semuanya. Terima kasih untuk cinta dan kebahaiaan yang kamu kasih. Terima kasih karena sudah menjadi alasanku untuk tersenyum. Jaga diri kamu baik-baik. Jagain tante Ava. Aku cinta kamu. Selamat tinggal, Alvano Devandra”, pamit Casya. Tangis Vano semakin pecah saat mendengar kalimat itu. “Tolong hidup lebih lama, cya”, batin Vano. Dokter meminta mereka semua untuk keluar dari ruangan karena Casya terus mengalami penurunan kesadaran. Casya sempat dipindahkan ke ruang UGD, lalu dipindahkan ke ruang ICU.

Malam itu, langit sangat indah dengan hiasan gemerlap bintang dan bulan yang tengah bersinar. Udara malam itu pun sangat sejuk. Memang, malam itu sangat terang. Namun tidak bagi seorang Alvano Devandra. Dia merasa malam itu adalah malam yang gelap tanpa bulan dan bintang. Malam yang penuh tangisan. Dia tengah menangisi seseorang yang sangat dia cintai. Seseorang itu adalah Casya. Manusia yang dianggap Vano baik setelah ibunya. Casya telah berpulang ke pelukan Tuhan. Harapan Vano telah hancur. Rumah yang menjadi alasan Vano untuk menetap telah hilang. Vano tak terima dengan kenyataan itu. Kenapa harus terjadi kepada dirinya?. Kenapa takdirnya harus seperti itu?. Sungguh, saat itu Vano benar-benar hancur. Baru saja dia telah menemukan kebahagiaan terbesarnya. Tapi dunia tidak mengizinkan. “Begitu banyak warna yang ada di dalam lukisan kita. Namun, karya itu tidak abadi. Semua polesan warna di dalamnya telah hilang dan tak akan pernah kembali sampai kapan pun. Terima kasih telah mencintaiku. Terima kasih telah menyembuhkan luka-luka ku. Beristirahatlah dengan tenang. Sampai jumpa di kehidupan selanjutnya, Casya Nazeea”, batin Vano. Akhirnya selalu ada batas untuk setiap perjalanan. Selalu ada kata selesai untuk sesuatu yang dimulai. Ceritanya singkat namun melekat, bukan takdir tapi hanya sekedar hadir. Ini bukan komitmen, namun ini hanya momen.

YOUTUBE CHANEL